Evaluasi dan Reorientasi Sentra Gakumdu Pemilu

Naya Amin Zaini, S.H., M.H.
Torehan sejarah pemilu 2019 sebagai tanda pelaksanaan kedaulatan rakyat sudah termonumen, baik segi teknis pelaksanaan pemilu (the execution of election step) maupun segi pengawalan proses (the guiden of election process). Pelaksana penyelenggaraan pemilu dilaksanakan oleh penyelenggara pemilu sudah terbagi dalam peran, tugas dan fungsi yang dimilikinya. Peran ada KPU, Bawaslu, DKPP sebagai trio penyelenggara pemilu untuk menjalankan teknis pelaksanaan (the execution of election step) untuk KPU, memastikan pengawasan terhadap proses pemilu (the guiden of election process) untuk Bawaslu, dan sebagai penjaga etik (the guiden of election etic) untuk DKPP.

Bawaslu memiliki tugas utama sebagai pengawas, tugas tersebut dapat bersifat otonom (mandiri) maupun konsorsium (gabungan) dengan lembaga lain. Hal ini, sebagaimana kehendak Undang – Undang No. 7 Tahun 2017. Otonom dalam penindakan, misalnya memutus kasus – kasus administrasi dengan quasi peradilannya model adjudikasi melaksanakan Perbawaslu No. 8 Tahun 2018, menjatuhkan sanksi etik kepada lembaga Ad-Hoc melaksanakan Perbawaslu No. 4 Tahun 2019, merekomendasikan pelanggaran peraturan hukum lainnya menjalankan Perbawaslu No. 7 Tahun 2018, memutus kasus sengketa proses Pemilu melaksanakan Perbawaslu No. 18 Tahun 2018.

Sedangkan penyelesaian kasus dengan model konsorsium (gabungan) misalnya adanya keterlibatan sentra Gakkumdu untuk memutus kasus tindak pidana pemilu, melaksanakan Perbawaslu No. 31 Tahun 2018.

Tulisan ini akan dikerucutkan ke penindakan pidana oleh Sentra Gakkumdu Pemilu. dapat disederhanakan, tugas utama Bawaslu adalah untuk mengawasi dan memastikan setiap tahapan Pemilu yang diatur dalam Undang – Undang. Tahapan pemilu 2019 dalam UU No. 7 Tahun 2017 ada 11 tahapan, mulai pencalonan sampai pelantikan.

Dalam tahapan tersebut, ada kaitan dengan tindak pidana, ketika ada pasal pidana yang diatur dalam Undang – Undang No. 7 Tahun 2017 dilanggar. Ketika ada pelanggaran pasla pidana tersebut, maka terjadi pelanggaran tindak pidana pemilu dan sentra Gakkumdu Pemilu sudah dapat menindak, meskipun secara legal formal harus adanya SK pengesahan sentra gakkumdu pemilu terlebih dahulu, adanya surat tugas pendampingan, dsb. Personil Sentra Gakkumdu Pemilu harus bersifat konsorsium (gabungan dan satu kesatuan) tidak boleh terpisah bergerak sendiri – sendiri, wajib didalamnya harus ada keterlibatan lembaga Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan.

Kelembagaan Sentra Gakkumdu Pemilu diatur dalam Undang – Undang 7 Tahun 2017, kemudian secara peraturan teknis diatur dalam Perbawaslu No. 31 Tahun 2018. Gakkumdu lembaga yang uniq dan memiliki tantangan yang ekstra, karena banyak terjadi perdebatan yang keras dalam setiap kasus tindak pidana yang ditanganinya. Sistem penanganan di Gakkumdu tidak mengenal voting (suara terbanyak) dalam memutus kasus pidana, namun secara bulat dan utuh harus sepakat dalam setiap pembahasan tingkat 1 (satu) – 4 (empat).

Apakah kasus pidana yang ditangani itu dapat berlanjut ke pembahasan berikutnya atau tidak tergantung Gakkumdu itu sendiri. Fungsi utama gakkumdu memang sebagai forum untuk menyamakan pandangan, persepsi baik secara kasus pidana (materiil), penanganan kasus (strategi penanganan), formil (hukum acara), dan materiil kasus pidana (penerapan pasal pidana yang dipakai).

Refleksi kasus pidana yang ditanganani Gakkumdu Kota Semarang, sejak terbentuknya Gakkumdu dari bulan Agustus 2018 sampai dengan Juli 2019, sebagaimana mandat Undang – Undang No 7 Tahun 2017, sebanyak 10 kasus tindak pidana. Rincian penanganan gakkumdu yang berhenti pada tingkat pembahasan I (pertama) sebanyak 3 kasus (30 %), dan pembahasan II (kedua) sebanyak 7 kasus (70 %). Pembahasan I adalah tingkat pertama dibahas untuk pemenuhan unsur formil dan materiil dari pelapor maupun temuan dari pengawas pemilu.

Pembahasan kedua dimulai ketika sudah diregistrasi, karena sudah memenuhi formil dan materiil kemudian dilakukan pendalaman maksimal 14 hari kerja untuk melakukan pendalaman, baik klarifikasi, pencarian alat – alat bukti, setelah itu dibahas dalam forum pembahasan kedua. Kesepakatan dalam pembahasan kedua adalah berlanjut ke proses penyidikan kepolisian atau berhenti. Berdasar data penanganan kasus pidana pemilu di kota semarang yang 70 % berhenti pada pembahasan kedua (7 kasus), meskipun posisi Bawaslu memiliki keyakinan dan pandangan bahwa kasus tersebut layak untuk berlanjut ke proses pendalaman ditingkat penyidikan. Namun posisi kepolisian dan kejaksaan berpandangan tidak dapat berlanjut ke penyidikan, dalam titik itulah terjadi kesepakatan dalam ketidaksepakatan.

Mekanisme Penanganan tindak pidana pemilu dalam forum Sentra Gakkumdu Pemilu dimulai dari sebuah temuan dan / atau pelaporan dari masyarakat. Jika temuan, maka yang penemu tindak pidana berasal dari pengawas pemilu, sebagai kewenangan atributif (diperitah UU langsung). Temuan dibarengi dengan investigasi karena usaha penemuan kelengkapan syarat formil dan materiil, meskipun selanjutnya akan dibahasa dalam pembahasan I (satu) bersama Gakkumdu dari unsur kepolisian dan kejaksaan.

Jika basis laporan, maka pelapor dapat terdiri dari masyarakat, pemantau pemilu, penyelenggara pemilu (trio pelapor) dengan datang secara langsung ke Bawaslu untuk melapor. Laporan akan dilakukan kajian awal untuk melihat keterpenuhan awal syarat formil dan materiil, jika dalam kajian awal masih ada kekurangan, maka disampaikan ke pelapor untuk memenuhinya, batasan waktu maksimal 2 hari.

Pintu masuk (entry poin) setiap kasus yang dibahas dalam Sentra Gakkumdu Pemilu, baik yang berasal dari temuan maupun laporan, kemudian forum tertinggi untuk dilakukan pembahasan kasus pidana adalah forum sentra gakkumdu itu sendiri, yang didalamnya harus (wajib) ada unsur Bawaslu, Kepolisian dan Kejaksaan.

Kasus pidana yang berjumlah 10 kasus, klasifikasi 3 kasus (30 %) berhenti dipembahasan tingkat pertama dikarenakan belum adanya keterpenuhan syarat formil dan materiil, sedangkan 7 kasus (70 %) berhenti dipembahasan di tingkat kedua, karena adanya perbedaan pandangan (pendapat) istilah lain “dissenting opinion” antara Bawaslu dengan Kepolisian dan Kejaksaan, terhadap kasus yang sudah didalami (tanganinya), dengan demikian, dapat dikatakan dalam pembahasan kedua banyak terjadi kesepakatan dalam ketidaksepakatan.

Spesifikasi kasus pidana yang sudah ditangani oleh Sentra Gakkumdu Kota Semarang sebanyak 10 (sepuluh) kasus, dengan klasifikasi unsur pelaku kasus pidana, yakni unsur Calon Legislatif (Caleg) sejumlah 6 (enam) kasus, Caleg tingkatan Kota sejumlah 4 (empat) kasus, Caleg tingkatan Provinsi sejumlah 1 (satu) kasus, Caleg tingkatan RI sejumlah 1 (satu) kasus, Pejabat Negara sejumlah 2 (Dua) Kasus, Setiap Orang (masyarakat) sebanyak 1 (satu) kasus, pelaku penyelenggara pemilu 1 (satu) kasus.

Apa penyebabnya dalam setiap pembahasan di Sentra Gakkumdu Pemilu terjadi sepakat dalam ketidaksepakatan antara Bawaslu dengan Kepolisian dan Kejaksaan, yakni kepolisian dan kejaksaan dalam memahami pasal – pasal pidana kurang utuh, misalnya memahami definisi kampanye, padahal jelas alternatif komulatif, namun selalu dipahami komulatif. Adanya dogmatif soal kondusifitas yang lebih diutamakan, meskipun mantra “dogmatif kondusif” tetapi disisi lain kasus yang ditangani sudah cukup bukti, dalam posisi itu dalih kondisi sosial kemasyarakatan kondusif yang lebih diutamakan, jangan sampai penanganan pelanggaran akan berakibat pada munculnya kekacauan dan ketidak kondusifan sosial.

Mengkomparasi kasus pidana yang ditangani dengan daerah lain, meskipun secara esensi kasusnya sendiri berbeda, namun pembandingan tersebut yang dijadikan dasar untuk menguatkan dan menguntungkan posisi kepolisian dan kejaksaan pada Gakkumdu Kota Semarang. Diduga ketidakefektifan struktur gakkumdu antara anggota gakkumdu dari unsur kepolisian dan kejaksaan dengan penasehat dan pengarah, mustinya perlunya efektifitas dan intensitas terhadap pembahasan kasus – kasus yang ditanganinya, sehingga supaya tidak terjadi mis-komunikasi dan mis-understanding.

Penugasan gakkumdu dari unsur kepolisian dan kejaksaan oleh instansi induk, masih belum terlihat optimal, karena masih dibebani atau tugasi pada tugas – tugas yang signifikan, sehingga menjadi beban yang luar biasa, hal ini terlihat setiap pembahasan dan penanganan kasus pidana pemilu masih menomorsatukan tugas instansi induk. Mustinya menurut undang – undang bahwa unsur kepolisian dan kejaksaan dibebastugaskan, minimal dikurangi secara signifikan tugas dari instansi induk. Belum adannya mekanisme yang jelas soal reward and punishment sebagai supporting system sentra gakkumdu pemilu, misalnya reward diberikan ketika dapat menuntaskan kasus pidana.

Harapannya reward dapat menjadi poin plus dalam karir kejenjangan di instansi asal, dan tentunya dibarengi dengan punishment soal ketika tidak menangani kasus secara baik, unprofessional, uncredibel terhadap kasus tindak pidana yang ditangani, maka fair-nya harus dapat sanksi tertentu. Terakhir, mekanisme supervisi sentra gakkumdu pada tingkatan atasannya, terkesan kurang efektif, karena setiap pembahasan yang keras terutama dalam forum pembahasan ke-2 (kedua) di sentra gakkumdu pemilu pada tingkat kota yang menjadi titik berhentinya kasus.

Demikian, dinamika pembahasan dalam kasus pidana di sentra gakkumdu pemilu di kota semarang, memiliki tantangan tersendiri. Berbagai faktor, data, tantangan diatas, menjadikan kasus pidana pemilu di Kota Semarang mengalami berhenti atau sepakat dalam ketidaksepakatan, karena hal tersebut menjadi ketentuan justifikasi regulasi dalam mekanisme pembahasan sentra gakkumdu pemilu, yang harus demikian.

Bawaslu sebagai bagian dari unsur gakkumdu pemilu dan sekaligus lembaga penyelenggara pemilu bersifat publik, memiliki tanggungjawab untuk menyampaikan kepada khalayak umum terhadap setiap proses penindakan pelanggaran tindak pidana pemilu, hal ini sebagai dorongan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik serta edukasi publik.

Sentra gakkumdu pemilu 2019 di Kota Semarang, sudah melaknsakan tugas dan menjadi bagian dari pengalaman berharga untuk kerja – kerja penindakan pelanggaran tindak pidana pemilu, tentunya pengalaman tersebut untuk prepare dan reorientasi pada kerja – kerja untuk sentra gakkumdu pada pemilihan pada tahun 2020.

Pengalaman tersebut dapat dipetik menjadi bagian untuk mengetahui faktor penyebab perbedaan yang ekstrem dalam pembahasan tindak pidana pemilu di sentra gakkumdu, terutama akan menjadi pembelajaran untuk unsur kepolisian dan kejaksaan.

Hal yang dapat dipersiapkan untuk upaya memperkuat sentra Gakkumdu dengan konsep reorientasi ialah gerakan dinamis menuju perbaikan dan kemajuan dikarenakan melihat faktor sebelumnya yang belum optimal, dengan cara, yakni meninjau kembali performen personil dari kepolisian dan kejaksaan, meneguhkan kembali komitmen dan dedikasi sebagai penegak hukum di forum Gakkumdu, optimalisasi dan efektifitas supervisi Gakkumdu Provinsi dalam mensupervisi pembahasan ke-2 (kedua) di Gakkumdu Kab / Kota, mereformulasi dan efektifitas koordinasi dengan struktur gakkumdu baik organ penasehat – pengarah – koordinator – anggota, mendorong membebastugaskan atau minimal mengurangi pembebanan tugas yang overload dari instansi asal, membuat terobosan reward and punishment terhadap setiap penindakan tindak pidana, optimalisasi kuwalitas diri personil Gakkumdu dengan substansi materi – materi tindak pidana pemilu, proses penanganan, hukum acara, yang kesemuanya itu bagian dari capacity building untuk memaksimalkan kuwalitas personil sentra Gakkumdu pemilu.
Evaluasi dan Reorientasi Sentra Gakumdu Pemilu Evaluasi dan Reorientasi Sentra Gakumdu Pemilu Reviewed by Naya Amin Zaini on 14.37 Rating: 5

Tidak ada komentar:

Diberdayakan oleh Blogger.