Catatan Pembacaan Pola Dugaan Pelanggaran Dan Degradasi Esensi Sistem Politik Pemilu
Fenomena yang terjadi Pemilu yang
baru saja digelar, telah gempar dan membuat tercengang dengan pola upaya
pergeseran – pergeseran wakil rakyat.
Selama Pemilu yang baru saja digelar, telah ada sedikitnya 2 (dua) entitas kedaulatan
rakyat yang terkristalisasi, atas hasil Pemilu. Entitas kedaulatan rakyat
merupakan diatur dalam hukum positif berupa regulasi dalam bidang entitas Politik.
Regulasi UU Pemilu yang ter-update sebagai manifestasi demokrasi dengan
instrument tata kelola kepemiluan yang bersifat proporsional terbuka. Bahwa
proporsional terbuka merupakan pilihan negara dalam rangka memperkuat esensi
demokrasi di Indonesia. Esensi demoktratisasi yang dipraktekkan, dengan model
bahwa pemilik kedaulatan rakyat dapat memilih, secara langsung personil yang
dipercayanya, meski dipayungi sebuah entitas badan hukum. Dalam aktualisasi,
memang entitas badan hukum memiliki payung dan struktur dalam administratif
terkait pencalonannya. Namun, apakah dan seberapa jauh dapat melakukan dependensi
dalam masuk wilayah hasil kongkrit setiap personil yang didapatkannya,
dipercayanya oleh rakyat.
Fenomena upaya pengeseran dilakukan
oleh calon, yang sebenarnya secara tata urutan dan hasil tidak memungkian.
Namun, kedua case tersebut, memiliki
pola yang hampir sama, yakni (1). Melakukan penarikan entitas politik sebagai
pressure. Entitas politik, berdalih bahwa dalam penentuan wilayah entitas
politik, sehingga yang dapat dilakukan adalah bersurat. (2). Melakukan upaya
hukum untuk melakukan gugatan dan / atau permohonan ke lembaga peradilan untuk
mendapatkan putusan yang dikehendakinya. Argumentasi upaya hukum bahwa entitas
politik memiliki wewenang untuk melimpahi vote
untuk diberikan kepada pihak yang melakukan upaya hukum. (3). Melakukan permintaan
titah kepada lembaga peradilan tertinggi untuk mengeluarkan titah hukumnya,
yang menyatakan sebagaimana yang dikehendakinya. (4). Melakukan intervensi
kepada instansi yang memiliki wewenang untuk membuat policy, dalam penyelenggaraan pemilu, sebagaimana mandat dari
esensi proporsional terbuka.
Apa yang difahami oleh aktor yang
mencoba melakukan kepentingan. Mungkin, bahwa limpahan vote adalah entitas kuat
dari suatu entitas politik. Dengan demikian, penciptaan pengaruh dan politic interest sebagai variabel
dependen kepada entitas apapun. Bahkan, upaya yang melanggara moral hukum dan
norma hukumpun akan dilakukan sepenuhnya. Dengan demikian, pengambil keputusan
yang tertinggi dalam entitas politik, yang mengkrucut pada leader and secretary merupakan personal
key. Oleh karena itu, upaya relasi politik yang memiliki beground maupun
interes money sebagai variabel utama. Meskipun, hal itu secara hukum harus
dibuktikan. Hal ini, tantangan berat dan utama bagi instansi yang berwenang
dalam wilayah election, harus benar –
benar menjaga marwah demokrasi, kedaulatan rakyat dan sistem politik,
sebagaimana mandat rakyat dan negara.
Case yang
awal, bahwa melakukan upaya hukum, sebagai legas standing adalah prinsipal itu
sendiri. Meski vote didapat jauh dibawah, namun upaya tersebut “mencari
dukungan” sesame yang memiliki nasib perolehan yang sama. Kemudian menarik
entitas politik dalam ranah yudikasi. Bahwa yang dimohonkan adalah “penggunaan
wewenang untuk menetapkan dan memberikan vote”.
Atas permohonan tersebut, alhasil dikabulkan oleh lembaga legislasi. Pengabulan
tersebut, sebagai perintah yudikasi untuk dilakukannya oleh entitas politik.
Dengan demikian, pembuatan kebijakan dilakukan dan dapat terwujud cita – cita
politik – hukumnya. Secara momentum, bahwa hal tersebut dilakukan karena belum
ada policy sebelum adanya momentum kenegaraan. Case yang berikutnya, secara momentum bahwa terjadi belakangan,
bahwa yang sebenarnya memiliki hak untuk jadi, tetapi adanya insiden force majure, sehingga personal
dibelakang pada ingin melihat oprtunity tersebut. Posisi election institusional bahwa sudah dibuat policy, bahwa spirit proporsional dan normatifitas menjadi acuan
utama dan dibuat kolective policy.
Namun, entitas politik dengan spirit personal tertentu, selalu effort untuk yang dikehendakinya. Semoga, situasi tersebut menjadikan kembali
pada marwah, spirit, energi, kedaulatan rakyat, tentang esensi demokratisasi,
kedaulatan rakyat, sistem politik, sebagai pilar utama untuk pemajuan entitas
state dan civic education and political
education.
Catatan Pembacaan Pola Dugaan Pelanggaran Dan Degradasi Esensi Sistem Politik Pemilu
Reviewed by Naya Amin Zaini
on
11.42
Rating:
Tidak ada komentar: