MAHAR POLITIK DALAM PILKADA
Mahar Politik disebut sebagai pelanggaran mahar politik. Mahar politik adalah proses pencalonan
Pilkada agar menjadi calon resmi yang diusung oleh Parpol atau Gabungan Parpol.
Mahar politik berkaitan dengan pemberi mahar adalah setiap orang atau lembaga.
Sedangkan, penerima mahar adalah anggota / gabungan partai politik. Mahar politik dalam bentuk “apapun” bisa
uang atau materi lainnya.
Ancaman bagi penerima mahar politik diatur dalam UU No. 10
Tahun 2016, Pasal 187 B, dengan penjara paling singkat 36 bulan dan paling lama
72 bulan dan denda paling sedikit 300 juta dan paling banyak 1 milyar.
Ancaman bagi pemberi mahar politik diatur dalam UU No. 10
Tahun 2016, Pasal 187 C, dengan penjara paling singkat 24 bulan dan paling lama
60 bulan dan denda paling sedikit 300 juta dan paling banyak 1 milyar.
Bahwa proses penanganan dugaan pelanggaran mahar politik
memiliki effort yang ekstra dalam penanganan dan pembuktiannya. Secara regulasi
bahwa belum ada pengaturan pengawasan yang masuk dalam internal parpol dan /
atau gabungan parpol dalam proses pengusungan calon. Karena itu, kaitan dengan
konfirgurasi parpol / gabungan parpol dalam pencalonan. Bahwa teknis pengawasan
oleh pengawas yang ikut melihat, mendengar, di area diinternal parpol /
gabungan parpol dalam proses pencalonan belum memadai aturan regulasinya.
Meskipun disisi lain sudah ada pasal pidana mahar politik yang diatur dalam UU
Pilkada.
Teknis Penanganan pelanggaran pidana mahar politik adalah
masuk dalam Sentra Gakkumdu Pemilu/Pemilihan yang ditangani bersama-sama
Bawaslu, Kepolisian, Kejaksaan. Karena delik yang ditegakkan adalah tindak
pidana. Pasal yang ditegakkan oleh Gakkumdu adalah Pasal 187 C UU No. 10 Tahun
2016.
Tidak ada komentar: